(Catatan Konsep perubahan pengaturan)
TULISAN ROFIN KOPONG ini sengaja dipublish untuk maksud memperoleh pendiskusian secara luas untuk kemudian mendapatkan masukan-masukan demi membangun konsep perubahan.
Sebagaimana judul tulisan di atas, yang dimaksudkan dengan Peraturan Daerah mengenai desa adalah sebagai berikut;
Perda Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Tata cara Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Desa dan Perubahannya, terakhirdengan Nomor 3 Tahun 2017 tentang Perubahan kedua atasPeraturan daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 9 Tahun 2014Tentang Tata cara Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Desa.
Perda Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Perangkat Desa danPerubahannya Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Perubahan atasPeraturan Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 11 Tahun2014 tentang Perangkat Desa.
Perda Nomor 10 Tahun 2014 Tentang Badan Permusyawaratan Desa.
Peraturan Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Tata cara Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Desa dan Perubahannya, terakhir dengan Nomor 3 Tahun , Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Perangkat Desa dan Perubahannya Nomor 3 Tahun 2017 dan Nomor 10 Tahun 2014 Tentang Badan Permusyawaratan Desa, merupakan penyesuaian atas diberlakukannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 sebagai pelaksanaan ataUndang-undang Nomor 6 Tahun 2014.
Jika jarak waktu dapat dipahami sebagai sebuah ruangan, maka boleh jadi rentang waktu usia pelaksanaan ketiga Peraturan Daerah ini semenjak ditetapkan hingga hari ini bukanlah sebuah ruang sempit bagi pertumbuhan demokrasi Pemerintahan dan masyarakat desa dalam melaksanakan demokrasi di desa.
Fenomena sosial yang terjadi di desa-desa dalam wilayah Kabupaten Flores Timur belakangan ini, berkenaan dengan pelaksanaan pengisian Anggota Badan Permusyawaratan Desa, Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Desa dan Pengangkatan Perangkat Desa cenderung menunjukan betapa berpotensinya proses ini menghadirkan konflik sosial, baik secara horisontal (antara masyarakat) maupun secara vertical ( antara warga masyarakat dan Pemerintah Desa).
Hal ini bahkan sudah menjadi nyata pada beberapa desa dalam wilayah Kabupaten Flores Timur yang sedang dan sudah melaksanakan agenda dimaksud. Hal ini terjadi akibat silang pendapat antar warga desa dan panitia pemilihan yang berbuntut pada tersendatnya bahkan gagalnya proses dimaksud.
Kondisi ini telah menciptakan konsekwensi logis dikalangan warga desa dimana perbedaan pendapat ini kemudian memicu terbelahnya warga desa menjadi kelompok-kelompok (Pro dan Kontra) yang kemudiamencederai bahkan meretakan hubungan emosiaonal kemanusiaan sebagai saudara dan rumpun keluarga.
Kondisi semacam ini tentu saja tidak menjadi harapan kita bersama sebagai anak daerah (baca; Lewotana).
Fenomena Sosial yang kemudian pula sudah menjadi nyata pada sejumlah desa sebagaimana diuraikan di atas, justeru telah melahirkan kesulitan tersendiri bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan fungsi pembinaan, pengawasan dan pendampingan dalam kerangka menghindari dan/atau menyodorkan solusi – solusi penyelesaiannya.
Dengan demikian, maka terhadap desa-desa yang sudah terkena dampak silang pendapat tidak dapat memperoleh masukan-masukan sebagai solusi normatif dalam menyelesaikan perbedaan pendapat dan pula bagi desa-desa yang akan menjalankan agenda yang sama tentu saja sangat mungkin terjadi silang pendapat dan mengalami dampak negatip sebagaimana yang sudah terjadi pada desa-desa sebelumnya.
Sejalan itu, pelaksanaan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah desa oleh Dinas PMD Kabupaten Flores Timur berkesimpulan bahwa yang menjadi pemicu timbulnya persoalan terkait pelaksanaan angenda pemilihan kepala desa, pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa serta pengisian anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah formula pengaturan pada tiga PERDA ini.
Pencermatan terhadap tiga PERDA ini menemukan ada 3 (tiga) hal yang setidak-tidaknya menjadi pemicu terjadinya silang pendapat dalam setiap peristiwa demokrasi di desa yakni :
- Formula pengaturan pada sejumlah pasal berpotensi. . menimbulkan Multi Tafsir.
- Formula Pengaturan pada sejumlah pasal tidak menjiwai esensi demokrasi pada tingkat desa.
- Ada kevakuman pengaturan yang berdampak pada kekosongan rujukan dalam pelaksanaan tahapan tertentu maupun penyelesaian persoalan yang terjadi dalam proses dimaksud.
Sehubungan dengan 3 (tiga) hal di atas, maka dipandang perlu untuk dilakukan revisi dan/atau perubahan terhadap Peraturan Daerah ini dengan cara mempertegas rumusannya, menambah dan menghapus beberapa pasal pengaturan yang akan dirumuskan kemudian dalam Rancangan Perubahan Peraturan Daerah Insiatif.
Sebagai gambaran awal, perlu dikedepankan sejumlah pasal serta konsep perubahan yang menjadi perhatian dalam 3 (tiga) Peraturan Daerah ini adalah sebagai berikut :
Kesatu, Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Tata cara Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Desa dan Perubahannya, terakhir dengan Nomor 3 Tahun 2017 tentang Perubahan kedua atas Peraturan daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Tata cara Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Desa.Beberapa catatan KONSEP perubahan yang ditawarkan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
- Pada pasal 2 ayat (1), perlu dihapus frasa di seluruh dan diganti dengan frasa di beberapa,- karena secara faktual, pemilihan serentak sebagaimana dimaksud terjadi secara bergelombang pada waktu dan tempat yang berbeda untuk masing-masing gelombang.
- Pada pasal 2 ayat (3), perlu pembahasan lebih lanjut terkait
- penggunaan frasa 2 (dua) tahun sekali. Hal yang perlu
- dipertimbangkan adalah terkait masa berakhirnya jabatan Kepala desa yang tengah melaksanakan tugas jabatan.
- Pada pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) terdapat korelasi yang tidak logis mana kala terjadi fakta sebagaimana disebutkan dalam ayat (2) dengan frasa BPD belum memberitahukan kepada Kepala desa mengenai akan berakhir masa jabatannya, bagaimana menghitung rentang waktu paling lambat 1 (satu) bulan untuk Kepala Desa mengajukan permohonan pengunduran diri kepada Bupati ?
- Pada pasal 4 ayat (3) huruf a perlu dihapus karena unsur perangkat desa tidak dijamin kemandiriannya dalam melaksanakan tugas dan kewenangan sebagai Panitia. Demikian pula pada ayat (5) huruf a.
- Pada pasal 6 ayat (1), perlu dibahas kembali terkait huruf f, g, j, dan k sebab diksi penetapan lebih bermakna KEWENANGAN bukan Tugas. Oleh karena itu, pengaturan pada beberapa huruf tersebut dialihkan pengaturannya pada pasal 7.
- Pada pasal 8 perlu ditambahkan 1 (satu) huruf lagi setelah huruf b untuk mengantisipasi mana kala BPD tidak dapat menyelesaikan permasalahan sebagaimana duimaksud pada huruf b.
Kedua, Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 11Tahun 2014 Tentang Perangkat Desa.
Beberapa catatan KONSEP perubahan yang ditawarkan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
- Pada pasal 4, perlu ditegaskan melalui pengaturan terkait kelompok usia 42 (empat puluh dua) tahun yakni dengan menambahkan 1 (satu) huruf lagi yang menegaskan bahwa syarat 42 tahun sebagaimana dimaksud tidak berlalku bagi yang pernah menjabat sebagai perangkat desa pada desa yang bersangkutan.
- Pada pasal 8, perlu ditambahkan ayat baru yang mengatur tentang batasan materi yang dikonsultasikan dan Format konsultasi, alternatif jika Camat tidak memberikan rekomendasi atas alasan tertentu yang tidak patut secara hukum maka dalam batas waktu tertentu, dianggap telah menyetujui konsultasi yang dilakukan oleh Kepala desa.
- Pada pasal 8 ayat (4), huruf c, diksi dijadikan dasar diganti dengan menjadi perhatian sebab hal rekomendasi tidak memiliki daya ikat dan bersifat Keputusan sehingga cukup menjadi perhatian.
Ketiga, Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2014 Tentang Badan Permusyawaratan Desa :
Beberapa catatan KONSEP perubahan yang ditawarkan dalam tulisan Ini adalah sebagai berikut :
- KETENTUAN UMUM Point 8; Diksi Wilayah yang digunakan untuk menegaskan keterwakilan penduduk desa perlu dijelaskan dalam pasal penjelasan dengan mendefinisikan sebagai Dusun agar memperjelas penafsiran makna.
- BAB III,- Persyaratan Keanggotaan pada pasal 4 perlu ditambahkan 1 (satu) huruf lagi yakni huruf j ‘’ tidak sedang menjadi anggota dan/atau pengurus Partai Politik.
Meskipun formula ini sudah diatur dalam BAB VIII menyangkut larangan pada pasal 21 ayat (1) huruf h, namun tidak evektif dalam pelaksanaan proses pengrekrutan dan bahkan menimbulkan perdebatan mana kala pada tahap penyaringan, ada Bakal Calon yang sedang dalam jabatan dan/atau menjadi pengurus Parpol tidak dinyatakan LOLOS saring sebab hal ini tidak diatur dalam persyaratan keanggotaan.
Dengan demikian maka frasa pengaturan pada pasal 21 tidak mengalami perubahan agar menjadi larangan bagi anggota BPD yang sedang aktif untuk menjadi pengurus Parpol, sedang penambahan pada pasal 4 sebagai syarat yang bermakna larangan bagi Calon yang sedang menjabat sebagai pengurus Parpol yang terjaring pada tahab penjaringan oleh panitia.
- BAB IV,- PENGISIAN KEANGGOTAAN, pada pasal 7, Frasa Pengisian keanggotaan perlu diubah dengan frasa ‘’Pemilihan Keanggotaan BPD’’ dan selanjutnya frasa dilaksanakan melalui musyawarah perwakilan diubah dengan frasa ‘’dilaksanakan melalui pemilihan langsung di dusun masing-masing’’Perubahan ini dimaksudkan untuk mempertegas esensi demokrasi sebagai kristalisasi nilai hak pilih oleh masyarakat yang memenuhi syarat sebagai pemilih dalam memilih calon yang akan mewakili dusunya sebagai anggota BPD.
- Pasal 8 ayat (2),- Perihal unsur kepanitiaan, perlu diubah dengan menghilangkan unsur perangkat desa. Hal ini dimaksudkan untuk mempertegas sifat mandiri dan tidak memihak sebagaimana yang diatur dalam ayat (4).
Unsur perangkat desa adalah staf kepala desa yang berpotensi tidak netral dalam melaksanakan tugas menjaring dan menyaring calon anggota BPD yang kemudian melaksanakan tugas pengawasan atas proses penyelenggaraan pemerintahan desa.
- Bagian Ketiga,- Frasa Penjaringan dan Penjaringan, perlu ditambahkan kata Pemilihan. Sehingga Pasal 10 diubah dengan menambahkan 2 (dua) ayat lagi yakni ayat (3) dan ayat (4) yang berbunyi: ‘’ayat (3) Calon anggota Badan Permusyawaratan Desa hasil penyaringan dipilih secara langsung oleh masing-masing dusun untuk mendapatkan anggota BPD sesuai jumlah kuota pada dusun masing-masing. ‘’ayat (4) Hasil pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimuat dalam Berita Acara Hasil Pemilihan‘’ayat (5) Berita Acara Hasil Pemilihan dari masing-masing dusun diserahkan ke Kepala Desa sebagai laporan.
- Bagian Keempat,- Frasa Musyawarah Pemilihan dan Penetapan dengan clausula pengaturan pada pasal 11, perlu dihapus karena tidak mencerminkan nilai demokrasi langsung dan berpotensi mmmencederai hak masyarakat sehingga pasal 11 diubah dengan rumusan:
Bagian Keempat ; Pengesahan,-pasal 11 – Ayat (1) Kepala Desa melaporkan hasil pemilihan anggota BPD kepada Bupati melalui Camat paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima laporan Panitia.
Ayat (2) Camat meneruskan laporan hasil pemilihan sebagaimana dimaksud ayat (1) kepada Bupati Paling lama 3 setelah menerima laporan Kepala Desa untuk diproses pengesahannya.
- BAB VI,- MASA KEANGGOTAAN,- Pasal 19 ayat (3) perlu dihapus karena :
- Dipandang bertentangan dengan asas legalstanding.
- Dipandang bertentangan dengan pasal 24 ayat (2) huruf a
- Dapat menjadi alasan Kepala desa untuk melaksanakan proses pemilihan anggota BPD yang baru karena ada kepentingan tertentu dan secara faktual tidak terjadi kevakuman Badan Permusyawaratan Desa.
- 24 ayat (3) pada frasa ‘’ diusulkan oleh Pimpinan BPD kepada Bupati diganti dengan frasa ‘’diusulkan oleh pimpinan BPD kepada Bupati melalui camat.
- Pasal 24 ayat (5) dihapus karena pengaturan tentang pemberhentian anggota BPD sudah cukup jelas dan tidak perlu dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
- Pasal 25 ayat (2) ditambahkan frasa atas usulan camat dengan mengacu pada perolehan suara terbanyak berikutnya pada dusun yang bersangkutan sebagaimana Berita acara pemilihan.
- Pasal yang mengatur tentang penyesuaian kondisi senyatanya karena tidak terdapat Bakal Calon Anggota BPD yang memenuhi syarat Ijasah SLTP dihapus sebab berpotensi mendapatkan Anggota BPD yang tidak berkualitas dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai anggota BPD.
- Pasal 25 ayat (3) dihapus karena pengaturan tentang pemberhentian anggota BPD sudah cukup jelas dan tidak perlu dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Demikian catatan atas beberapa konsep perubahan, semoga bermanfaat sebagai pintu masuk dalam membangun diskusi demi pengayaan konsep perubahan atas ketiga PERDA ini.
Rofin Kopong
ASN BPMD Kabupaten Flores Timur
Komentar Terbaru